Monday 24 April 2023

Model Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

Kerangka
berfikir yang disediakan oleh pendekatan ini masih sangat
berguna terutama bagi penstudi awal untuk mengidentifikasi
the state of e-government project. Model tahapan evaluasi atau
perkembangan e-government masih relevan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: “sudah sampai tahap mana
penerapan e-government?” Catatan penting tentu saja
diarahkan bagi akademisi yang seirus mendalami topik ini
untuk harus selalu melengkapi diri dengan kesadaran kritis
akan kelemahan-kelemahan pendakatan evolusieoner ini agar
tidak terjebak pada penerimaan asumsi apriori. Meski
demikian, bagi penstudi awal, model evolusi e-government ini
bisa menjadi jembatan awal untuk mendeskripsikan fenomena
penggunaan ICT dalam proses pemerintahan. Beberapa model kerangka tahapan e-government (the stages of
e-government) seperti model Layne & Lee, model Hiller & Bellanger, model united nations, model world bank, model Fietkiewicz, Mainka, & Stock.

Dalam memahami konsep e-government adalah melalui suatu instrumen yang
menggambarkan step-by-step atau tahapan-tahapan yang
bersifat evolusioner. Artinya instrumen ini akan
memberitahukan sudah pada tahapan mana penggunaan ICT
dalam proses pemerintahan. Pendekatan ini merupakan
pendekatan yang cukup populer dalam khazanah literatur studi
e-government di mana banyak tulisan yang kemudian mencoba
untuk menentukan sudah pada tahapan mana penggunaan ICT
oleh pemerintah telah berjalan. Instrument ini juga tidak jarang
dipergunakan sebagai basis evaluasi dari implementasi e-government. Asumsi dari pendekatan evolusioner ini adalah
bahwa tahapan e-government melewati garis linier yang
progresif dari tahap awal yang paling sederhana menuju tahap
akhir yang paling kompleks dan proses evolusi dari program
e-government akan melewati tahapan tersebut satu per satu

Model Tahapan E-Government Hiller dan Bellanger (2001)

Model tahapan Hiller dan Bellanger terdiri dari 5
tahapan yaitu Information, Two-way communication, Transaction, Integration dan Political participation.

Model Hiller dan Bellanger Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Information

Tahapan information pada model Hiller & Bellanger
hampir mirip dengan model Layne & Lee. Pada tahapan ini
aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah terbatas pada
menampilkan informasi pada website resmi mereka.
Tantangan utama pada tahapan ini adalah memastikan bahwa
informasi yang ditampilkan bisa diakses dengan mudah,
memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan ketepatan waktu
penyampaian.

2. Two-way communication

Two-way communication dimana
interaksi sederhana antara pemerintah dan masyarakat mulai
ter fasilitasi. Di tahap ini situs-situs pemerintah menyediakan
platform bagi masyarakat untuk menyampaikan pesan mereka,
misalnya dalam bentuk request/permintaan pelayanan publik. Platform tersebut berisikan blangko-blangko yang bisa diisi dan
diubah oleh pengguna/masyarakat. Respons yang diberikan
oleh pemerintah tidak melalui platform yang sama namun
biasanya dikirim melalui email pengguna masyarakat. 

3. Transaction

Tahap ketiga adalah transaction, di mana interaksi dan
transaksi –baik informasi dan uang- ter fasilitasi sepenuhnya
secara online melalui platform resmi pemerintah. Pada tahap
ini personel tenaga administrasi pemerintah tidak lagi
diperlukan, permintaan dan pemberian layanan publik
dilakukan melalui platform online.

 4. Integration

Tahap keempat adalah tahap integration. Pada tahap ini
semua layanan publik terintegrasi ke dalam satu portal.
Masyarakat bisa mengakses layanan apapun karena data-data
yang dibutuhkan dalam pengurusan pelayanan telah
terintegrasi di antara lembaga-lembaga penyedia pelayanan
publik. Tahap integration Hiller & Bellanger ini mirip dengan
tahap horizontal integration versi Layne & Lee dimana tingkat
keterhubungan antar lembaga publik sudah sangat baik.

5. Political participation

Tahapan terakhir adalah participation yang merujuk
pada penyediaan platform bagi masyarakat untuk terlibat
dalam penyelenggaraan pemerintahan misalnya terkait dengan
voting online, registrasi online dan penyampaian komentar
terhadap layanan publik. Memang secara sekilas tahapan ini
mirip dengan esensi pada tahap two-way communication,
namun Hiller & Bellanger sengaja membuat kategori yang
berbeda untuk participation karena mereka menganggap bahwa keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan perlu diberi jaminan keamanan dan privasi,
untuk itulah tahapan participation dibedakan dengan two-way
communication.


Model Tahapan E-Government Layne dan Lee (2001)

Model evolusi pengembangan e-government yang diformulasi oleh Layne & Lee (2001) ini
merupakan model yang banyak dikutip dan digunakan dalam
studi evaluasi tahapan e-government. Secara keseluruhan
model tahapan e-government yang mereka buat berisikan
empat tingkatan yaitu catalouge, transaction, vertical
integration dan horizontal integration.

Model Layne dan Lee Tahapan Pengembangan E-Government

1. Catalogue

Pada tingkat pertama, catalouge, penggunaan ICT
difokuskan pada memastikan keberadaan pemerintah secara
online (focused on establishing an online prescene for the
government). Pada tahapan ini yang dilakukan pemerintah
adalah menyediakan informasi publik secara online –biasanya
melalui website- dan oleh sebab itu maka aktivitas tersebut
terlihat seperti pembuatan “katalog”. 

2. Transaction

Naik ke tingkat berikutnya, transaction, di mana pada
tahap ini penggunaan ICT telah memungkinkan adanya
transaksi antara pemerintah dan masyarakat melalui kanal-kanal elektronik. Transaksi ini bisa berupa pembayaran denda,
tagihan, atau lainnya, mekanisme pembaharuan identitas dan
lain sebagainya. Intinya ada pada interaksi yang melibatkan
transaksi (dalam bentuk informasi, uang dan lainnya) antara
pemerintah dan masyarakat.

3. Vertical Integration

Tahapan selanjutnya adalah vertikal integration, yang
lebih kompleks daripada tingkat sebelumnya. Pada tahapan ini,
integrasi secara vertical merupakan suatu kebutuhan untuk
menyinkronisasikan transaksi yang terjadi. Contohnya adalah  pengurusan izin usaha misalnya. Transaksi (informasi) yang
dilakukan pada tingkat pemerintah kota mendorong adanya
integrasi vertikal antar agensi yang sama pada tingkat provinsi
dan nasional agar tercipta kesamaan data. Jadi pengurusan izin
hanya dilakukan satu kali pada tingkat pemerintah kota yang
datanya akan dimiliki pula oleh pemerintah provinsi dan
nasional.

4. Horizontal Integration

Yang terakhir adalah horizontal integration, tingkat
yang paling kompleks dalam model Layne & Lee ini
mengintegrasikan mekanisme koordinasi antar agensi.
Contohnya adalah pendataan penduduk yang dilakukan oleh  Dinas Pencatatan Sipil di tingkat kelurahan, dengan asumsi
sudah diterapkannya vertical integration maka data yang sama
akan dimiliki oleh pemerintah tingkat kota, provinsi dan
nasional. Data yang dimiliki oleh Dinas Pencatatan Sipil ini
akan bisa terintegrasi dengan agensi lain, misalnya Komisi
Pemilihan Umum atau Badan Pusat Statistik, sehingga tidak
ada lagi tumpang tindih data dan beragam versi data dalam
skema horizontal integration.


Model Tahapan E-Government United Nations (2008)

Model evolusi e-government yang disusun oleh UN
merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan
untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan proyek e-government yang dilakukan oleh pemerintah. Model ini terdiri
dari lima tahapan yaitu emerging, enhanced, interactive, transactional dan connected.

Model United Nations Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Emerging

Emerging merupakan tahap awal yang
hanya terdiri dari tampilan-tampilan dalam website resmi
pemerintah yang menginformasikan data-data statis tanpa ada
kanal untuk berinteraksi dengan pengguna masyarakat.

2. Enhanced

Enhanced merupakan upgrade dari tahap
pertama dengan memuat links atau tautan yang berisi
informasi dari pelayanan-pelayanan yang disediakan serta
telah memuat berbagai dokumen-dokumen penting seperti
regulasi, informasi pelayanan, berita pemerintah dan lain
sebagainya.

3. Interactive

Interactive, yaitu tahapan ketiga ketika
pemerintah telah menyediakan saluran atau kanal awal untuk
melakukan interaksi dengan user atau masyarakat seperti
menyediakan formulir yang bisa diunduh dan diisi oleh
masyarakat. Pada tahap ini interaksi yang terjadi biasanya
hanya satu arah.

4. Transactional

Tahap keempat merupakan upgrade dari tahap ketiga,
transactional, di mana interaksi dua arah (two-way
interactions) sudah dilakukan antara pemerintah dan
masyarakat. Sebagaimana pada model Layne & Lee dan Hiller
& Bellanger, tahapan ini mendeskripsikan transaksi pelayanan
publik yang difasilitasi sepenuhnya oleh jaringan internet

5. Connected

Connected di mana semua
layanan pemerintah terkoneksi ke dalam satu agensi atau badan.  


Model Tahapan E-Government World Bank

Model selanjutnya adalah model sederhana yang dibuat
oleh World Bank dalam (Dahlan, 2008). Penekanan model ini
ada pada “the nature of communication” dari suatu proyek e-government. Disebut sederhana karena hanya terdiri dari tiga
tahapan yakni  publishing informational e-government, interaction responsive e-government dan transaction transactional e-government.

Model World Bank Tahapan Evolusi Pengembangan E-Government

1. Publishing Informational E-Government

Tahap pertama, publishing informational e-government tidak berbeda dengan tahapan awal pada model
evolusi lainnya, di mana fitur yang tersedia tidak lebih dari
penampilan konten yang berisi informasi pelayanan publik,
alamat kantor, nomor telepon kantor dan lain sebagainya.
Tidak ada interaksi yang terjadi antara pemerintah dan
masyarakat, peran masyarakat dalam konteks ini adalah
sebagai pihak yang pasif menerima informasi publik.
Tampilan e-government hampir sama seperti brosur layanan
pemerintah yang berbentuk elektronik. 

2. Interaction Responsive E-Government

Tingkat kedua adalah interaction/responsive e-government di mana interaksi sederhana antara pemerintah dan
masyarakat mulai terjadi. Tujuan utama dari pembukaan kanal
interaksi ini adalah untuk mengurangi frekuensi kunjungan
masyarakat ke kantor pelayanan seta mengurangi panggilan
telepon yang masuk ke kantor pelayanan. Dengan demikian,
maka masyarakat bisa menghemat waktu dan biaya untuk
konsultasi pelayanan yang biasanya dilakukan secara fisik atau
melalui telepon. Pada tingkat ini, sudah disediakan formulir untuk diunduh, alamat email yang bisa dikontak dan bentuk
interaksi lainnya/

3. Transactional E-Government

Tingkatan terakhir adalah transaction/ transactional e-government. Tingkat paling kompleks ini memungkinkan
adanya transaksi (informasi dan uang) antara pemerintah dan
masyarakat melalui sistem e-government. Sama seperti
tahapan pada model yang lainnya di mana masyarakat bisa
mengurus perpanjangan surat izin, membayar pajak dan denda
serta layanan publik lainnya melalui satu platform electronic.


Model E-Government Fietkiewicz, Mainka, & Stock (2017)

Model Fietkiewicz et al. ini merupakan model yang
dikembangkan berdasarkan model-model yang sudah banyak
digunakan untuk mendeskripsikan tahapan evolusi/maturitas
e-government (misalnya model Hiller & Bellanger, Moon,
Layne & Lee dan masih banyak lagi). Setelah melakukan
refleksi dan pertimbangan lain terhadap model-model
sebelumnya, mereka memformulasikan model mereka sendiri
yang terdiri dari lima “pilar” yakni information
dissemination (catalogue), communication, transaction, interoperability (integration), dan participation. 

Model Fietkiewicz, Mainka, & Stock   Pengembangan E-Government

Fietkiewicz et al. menggunakan istilah “pilar” karena
mereka sependapat dengan Coursey & Norris (2008) yang
mengatakan bahwa tahapan dalam evolusi e-government tidak
selalu harus linier dan berurutan. Tiap-tiap “tahap” bagi
mereka merupakan tahap tersendiri yang terpisah satu sama
lain tanpa ada tingkatan hirarki dari tahap “terendah” sampai
“tertinggi”. Untuk itulah Fietkiewicz et al. menggunakan
istilah “pilar” yang ditujukan utamanya untuk menilai tingkat
kedewasaan (maturitas) program e-government, masing masing pilar tersebut berisikan variabel-variabel yang bisa
diukur secara kuantitatif.

1. Catalogue

Pilar pertama adalah information dissemination
(catalogue). Penekanan dari pilar pertama ini adalah konten
yang dipublikasikan, serta aspek usability dan accessibility
dari konten tersebut. Evaluasi atau penilaian pilar pertama
harus memperhatikan bahwa konten yang dipublikasikan bisa
diakses dan berguna terhadap masyarakat luas. Adapun
variabel lengkap dari pilar pertama adalah: 

  • Ketersediaan
    press release; 
  • Ketersediaan informasi dasar; 
  • Ketersediaan
    informasi layanan kesehatan; 
  • Ketersediaan informasi
    politik; 
  • Ketersediaan informasi layanan publik umum; 
  • Ketersediaan formulir layanan publik; 
  • Ketersediaan
    informasi bagi berbagai kelompok user (kelas, umur, profesi
    dan lain sebaginya); 
  • Apakah bisa diakses melalui
    smartphone; 
  • Ketersediaan aplikasi untuk smartphone; 
  • Ketersediaan “push services”; 
  • Ketersediaan informasi
    dalam bahasa Inggris;
  • Ketersediaan informasi dalam
    tiga bahasa kelompok imigran terbesar. 

Masing-masing
variabel diberikan skor 8.3 dengan total penjumlahan semua
variabel maksimal 100.

2. Communication

Pilar kedua, communication, fokus pada komunikasi dua
arah antara pemerintah dan masyarakat di mana saat ini banyak
ter fasilitasi melalui media sosial dan web 2.0. Pilar ini melihat
dan mengevaluasi penggunaan media sosial dan kanal-kanal  komunikasi lainnya yang digunakan oleh pemerintah. Adapun
variabel dari pilar ini adalah: 

  • Penggunaan media sosial; 
  • Ketersediaan opsi temu janji dengan aparat pemerintah melalui
    website; 
  • Ketersediaan jawaban mengenai pelayanan publik
    melalui email; 
  • Ketersediaan kanal email; 
  • Ketersediaan
    fitur untuk memberikan umpan balik dan complain. 

Masing-masing variabel diberikan bobot 20 sehingga total maksimal
bobot pada pilar kedua adalah 100

3. Transaction

Pilar ketiga, transaction, yang menitikberatkan pada
transaksi finansial dan non finansial melalui sistem e-government. Fietkiewicz et al. menggarisbawahi bahwa hal
yang penting dalam pilar ini adalah kepercayaan atau trust dari
masyarakat sebagai pengguna. Semakin tinggi kepercayaan
masyarakat akan sistem yang dibangun, maka akan semakin
efektif e-government yang dijalankan. Selain itu juga aspek
kemudahan dalam pengoperasiannya serta kegunaan dari
sistem itu juga sangat mempengaruhi pilar transactional dalam
e-government. Variabel dalam pilar ini antara lain: 

  • Apakah
    pengisian formulir secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah
    pembayaran pajak secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah
    pembayaran denda secara online bisa dilakukan? 
  • Apakah
    pembayaran jasa secara online bisa dilakukan? 
  • Ketersediaan
    layanan perpustakaan umum;
  • Ketersediaan portal yang
    terkostumisasi (costumized). 

Masing-masing variabel
diberikan bobot 16.6 dan total bobot maksimal pada pilar
ketiga ini adalah 100.

4. Integration

Pilar keempat adalah interoperability/integration.
Kompleksitas data dan informasi terkadang menjadi halangan
terbesar dari sistem e-government, sehingga untuk mengatasi
hal tersebut diharapkan sistem yang ada bisa mengintegrasikan
layanan yang boleh jadi terdapat pada tingkatan-tingkatan
yang berbeda. Misalnya antar pemerintah pusat dan daerah,
antar lembaga kementerian dan non kementerian serta antara
pemerintah dan non pemerintah. Variabel yang ada pada pilar
ini antara lain: 

  • Ketersediaan entry homepage; 
  • Keberadaan
    koordinasi antar otoritas (software/standar
    keamanan/intranet/database). 

Masing- masing variabel diberi
bobot 50 sehingga total skor maksimal pada pilar ini adalah
100

5. Participation

Pilar terakhir adalah participation, yang merupakan
pengembangan dari sistem e-government pada bidang-bidang
politik seperti pemberian voting secara online, diskusi publik
dan penyerapan partisipasi publik lainnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang difasilitasi melalui
sistem e-government. variabel dalam pilar ini antara lain: 

  • Ketersediaan kuisoner online; 
  • Keberadaan forum atau
    platform untuk memberikan pertanyaan kepada penyedia
    layanan; 
  • Ketersediaan saluran untuk melakukan pertemuan
    publik secara online; 
  • Ketersediaan saluran untuk melakukan
    voting secara online. 

Masing-masing variabel diberikan bobot
25 dengan total skor maksimal 100

0 komentar

Post a Comment